Minggu, 07 Juni 2009

REKAYASA GENETIKA

Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan Watson pada tahun 1953. Rekayasa genetikan merupakan suatu rangkaian metode yang canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal perinsip yang memungkinkan untuk dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi biokimiawi penerima.
Pada dasarnya rekayasa genetika memanipulasi DNA (asam deoksiribosenuklat). Gen atau pembawa sifat yang bisa diturunkan dalam mahkluk terdiri dari rantai DNA. Rekayasa genetika menyeleksi gen DNA dari suatu organisme ke organisme lainnya. Pada awalnya, perkembangan tersebut hanya antara satu jenis mahkluk hidup, tetapi kini perkembangan sudah sedemikian maju sehingga bisa dimungkinkan untuk memindahkan gen dari satu jenis mahkluk hidup ke mahkluk hidup lainnya yang berbeda jenisnya, sebagai contohnya adalah gen ikan yang hidup didaerah dingin dipindahkan kedalam tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan. Saat ini teknologi “gunting tempel” gen untuk menciptakan mahkluk sama, bahkan telah mencoba untuk menciptakan bentuk yang belum pernah ada sebelumnya.
Salah satu teknik yang digunakan untuk mencoba menciptakan makhluk hidup yang hamper sama dengan yang sudah ada melalui rekayasa genetika adalah dinamakan teknik cloning. Kloning memperkenalkan manusia pada perkembangan badan yang deterministic, lewat cetak biru gen organisme induknya. Membuat cloning gen merupakan suatu teknologi untuk mengidentifikasi, mengisolasi, dan membuat copy gen dari protein tertentu, dengan tujuan agar gen itu dapat dianalisa atau dipakai untuk memproduksi protein yang banyak terdapat dalam tubuh mahkluk hidup, merupakan Pembina utuma unsure structural sel manusia. Protein structural tersebut mencakup juga kalogen yang terdapat di kulit dan jaringan pengikat, keratin dalam rambut dan myosin serta aktin dalam otot. Protein juga berperan sebagi pengatur yang menentukan.
Jelas timubul pertanyaan, apakah cloning itu dpat dipertanggung jawabkan? Pertanyaan tersebut mengacu pada pertanyaan yang muncul sebelumnya seperti: apakah cara “produksi manusia” secara teknis ini tidak mengubah secara total dasar hidup bersama manusia yang bertumpu pada persatuan seorang pria dan wanita untuk memulai dan membesarkan seorang manusia baru? Apakah cara ini boleh dialih tangankan kepada petugas-petugas laboratorium? Apakah nantinya hal ini tidak akan membuka secara luas kesempatan bagi penyalahgunaan dengan memprodusir orang-orang sesuai dengan kegunaan, kesukaan, dan kejahatan orang? (Ensiklopedia Etika Medis, 1979:29), bahkan suatu saat nanti bisa saja giliran tubuh manusia lengkap hasil proses cloning siap diperdagangkan. Pertama yang akan kita hadapi adalah perdebatan etis, moral, dan hukum mengenai teknik tersebut.
Salah satu contoh terbaru lompatan besar yang dibuat manusia di bidang rekayasa genetika ini adalah temuan imunolog Ellen Heber-Katz anggota American Association for Advancement of Science di Philadelpia (Kompas 22 Februari 1998). Awalnya hanya satu prosedur standar laboratorium, melubangi daun telinga mencit untuk memulai eksperimen manggandakan sclerosis (jaringan yang mengeras). Tiga pecan setelah dilubangi ternyata daun telinga mencitnya pulih kembali, tak berlubang. Tindakan pengulangan pun, memberikan hasil serupa.
Setelah berdiskusi dengan ilmuwan lain, ia menyimpulkan, prose situ bukan sekedar penyembuhan normal luka, tetapi hasil regenerasi jaringan. Proses yang biasa hanya terjadi pada jenis amphibi, misalnya katak yang bisa meregenerasi tungkai.
Bersama koleganya Ellen mencoba menerjemahkannya kedalam praktek penyembuhan yang sesungguhnya. Menurutnya, perubahan telah terjadi pada mamalia, sepeti mencit itu. Meski terjadinya masih pada mencit yang dibiakkan secara khusus, timbul ide bagaimana kalau kemampuan tubuh mencit melawan kanker dikembangkan menjadi kemampuan meregenerasi tungkai?
Ellen menduga , regenerasi pada mencit pada mencit ada hubungan dengan reaksi kekebalan, namun belum dapat memastikan seberapa jauh peran reaksi kekebalan dan seberapa jauh akibat mutasi gen.


Membongkar sel tua

Sementara itu The Sunday Times (15 Januari 1998) mengabarkan, seorang ilmuan AS lainnya telah berhasil menyingkap rahasia penuaan. Dari main-main dengan materi genetic, mereka menemukan “ sumber zat awat muda” untuk membuat sel manusia hidup lebih lama.
Usaha memperpanjang usia sel manusia dipandang akan sangat bermanfaat bagi penanggulangan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan keuzuran. Tim Dr. Woodring Wright, professor biologi sel di University of Texas Dallas, menggunakan sel telur dan sperma, dan mempengauhi telomere (ujung kromosom). Kromosom sendiri , seperti diketahui, membawa gen-gen atau “cetak biru” manusia.
Sebagian kecil telomere ternyata hilang setiap kali sel biasa pada tubuh manusia membelah diri. Namun karena sel normal tidak menghasilkan enzim telomerase, telomere tidak tumbuh lagi. Tim Dr. Wright berhasil menemukan cara untuk menumbuhkan kembali telomere ini dengan menggunakan enzim telomerase.
Tahun lalu tim Dr. Wright mampu membuktikan, hilangnya telomere berkaitan dengan keuzuran. Dengan telomerase, mereka yakin bisa meregenarasi telomere sehingga penuaan (setidaknya di tingkat sel) dapat dihentikan. Namun, ia cepat-cepat mengingatkan “Ini tidak berarti manusia dapat hidup selamanya” Karena matinya sel hanya salah satu saja dari sekian banyak proses yang membuat seseorang menjadi tua.
Namun penemuan itu dapat membantu memperpanjang usia sel dengan cukup berarti. Kebutuhan akan sel yang jauh lebih panjang umur dari yang sampai kini ada, memang amat dibutuhkan oleh para terapis gen dalam ushanya menyembuhkan pasien berpenyakit yang menurun, misalnya sel-sel si pasien, memasukan gen sehat ke dalam sel-sel lalu mengembalikannya ke tubuh paien. Diharapkan sel yang telah dimanipulasi itu akan mengambil alih peran sel-sel yang membawa kelainan penyakit tadi. Sayangnya seringkali sel-sel sehatnya keburu menua di saat terapis selesai mananganinya sehingga mati sebelum bisa berbuat banyak.


Dengan mencegah kematian sel, proses telomerase diharapkan juga akan merangsang sel-sel bekerja lebih baik. Timnya telah mencoba pada sel kulit, retina, dan kulit bagian dalam arteri. Hasilnya semua sel tumbuh telemorenya bersifat normal tanpa tanda-tanda menjadi kanker.
Andaikan proses penuaan ini arena peperangan yang penuh misteri, maka rupanya manusia menyerang untuk menguakan tabirnya dari segala penjuru. Profesor Stephen A. Krawetz dari Fakultas Kedokteran Wayne State University “menembaknya” dari kasus-kasus progeria.
Progeria atau Sindrome Progeria Hutchinson-Gliford adalah mutasi yang mengakibatkan proses penuaan berlangsung segera setalah kelahiran. Hanya dalam waktu 7 tahun pengidapnya sudah mengalami keriput kulit, penyakit jantung, katarak, patah atau retak tulang yang tak kunjung sembuh, dan tanda-tanda pikun. Para penderitanya sering dalam ikatan keluarga. Rata-rata usia penderita Cuma mencapai 13,4 tahun.
Pertumbuhan manusia normal dapat digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia berumur 20-an), kemudian tiba tahap kedua menurun. Dengan sendirinya, jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di puncak, kemudaan akan bertahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar